RSS

Pengunjung.. :

Pengikut !!!

kimia dasar 2




TUGAS KELOMPOK

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

“Sebagai salah satu syarat untuk menempuh matakuliah Kimia Dasar II yang diampu oleh :
Dra. HRA Mulyani, M. TA. Dan Widya Sartika S, S. Si., M. Sc.”

Oleh : Kelompok 1
1.      Miftahul Rohmad (12330026)
2.      Nunung Istiqomah (12330028)
3.      Annis Afifah N (12330012)
4.      Maya Mardiana (12330024)
Prodi : Pendidikan Fisika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro
Maret 2013
 



BAB I
PEDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada zaman Mesir kuno, kimia dipraktikkan untuk berbagai keperluan, seperti membuat balsam, membuat alkohol, dan mengolah logam. Pengetahuan tersebut mereka temukan berdasarkan pengalaman dan diteruskan secara turun-temurun. Mereka belum memahami konsep-konsep kimia yang diterapkan dalam proses tersebut. Sebagai contoh saat ini, membuat es putar atau membunuh lintah dengan menaburkan garam merupakan cara yang biasa dilakukan berdasarkan pengalaman. Orang melakukan hal tersebut belum tentu emahami secara ilmiah.
Membuat es putar dan membunuh lintah dengan garam berkaitan dengan sifat larutan yang digolongkan sebagai sifat koligatif yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Sifat koligatif larutan perlu dipelajari karena berkaitan dengan berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari maupun bidang industri.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui pengertian sifat koligatif dn sifat koligatif larutan non-elektrolit
2.      Menjelaskan arti kemolalan dan fraksi mol
3.      Menjelaskan tentang macam-macam sifat koligatif
4.      Menjelaskan tentang sifat koligatif larutan elektrolit
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN SIFAT KOLIGATIF DAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON-ELEKTROLIT
Larutan yang tidak menghantarkan listrik disebut larutan non-elektrolit, dan yang menghantarkan listrik disebut larutan elektrolit. Berdasarkan titik didih zatnya, larutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Titik didih zat terlarut lebih kecil daripada pelarutnya, sehingga zat terlarut lebih mudah menguap, contoh O2, NH3, alkohol dalam air, dll.
2.      Titik didih zat terlarut lebih besar daripada pelarutnya, dan jika dipanaskan maka pelarut yang lebih dulu menguap. Ini disebut zat terlarut yang tidak mudah menguap, contoh gula, urea, NaCl dalam air, dll.

Sifat  koligatif adalah  sifat  larutan  yang  tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut). Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
ü  Penurunan tekanan uap jenuh
ü  Kenaikan titik didih
ü  Penurunan titik beku
ü  Tekanan osmosis
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.


B.     KEMOLALAN DAN FRAKSI MOL
Dua cara untuk menyatakan konsentrasi yang tidak bergantung pada suhu larutan adalah kemolalan dan fraksi mol. Kemolalan dan fraksi mol tidak dikaitkan dengan volume larutan, tetapi pada massa atau jumlah molnya. Sebagaimana massa dan jumlah mol tidak bergantung pada suhu.
1.      Kemolalan (m)
Kemolalan atau molalitas menyatakan jumlah mol (n) zat terlarut dalam 1 kg (1000 g) pelarut. Oleh karena itu kemolalan sinyatakan dalam mol kg-1.
dengan
m = kemolalan larutan
n = jumlah mol zat terlarut
 p = massa pelarut (kg)
jika massa larutan dinyatakan dalam gram, maka rumus kemolalan diatas akan menjadi :             p = massa pelarut (gr)
contoh:
Berapa kemolalan dari 100 gr larutan glukosa yang mengandung 12% massa glukosa (Mr = 180) ?
Analisis masalah :
Kemolalan menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kg pelarut. Jadi jalan yang harus ditempuh yaitu:
~ menentukan jumlah mol zat terlarut
~ menentukan massa pelarut (kg), dan
~ menghitung kemolalan dengan rumus yang ada
Dalam 100 gr larutan glukosa 12% terdapat :
Glukosa 12% =  
Dan air (pelarut) = (100 12) = 88 gr = 0,088 kg
Jumlah mol =
m =  kg-1

2.      Fraksi Mol (X)
Fraksi mol menyatakan perbandingan jumlah mol zat terlarut atau pelarut terhadap jumlah mol larutan. Jika jumlah mol zat pelarut adalah nA, dan jumlah mol zat terlarut adalah nB, maka fraksi mol pelarut dan zat terlarut adalah :
XA =     dan XB =  
Jumlah fraksi mol pelarut dan terlarut adalah 1,    XA + XB = 1
Contoh :
Hitunglah fraksi mol urea dalam 100 gr larutan urea 20% (Mr = 60)?
Jawab:
Dalam 100 gr larutan urea 20%, terdapat 20 gr urea dan 80 gr air
nair =  
nurea=
Xurea=


C.     MACAM-MACAM SIFAT KOLIGATIF
1.      Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Pada  setiap  suhu,  zat  cair  selalu  mempunyai  tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang.



  
Gambaran penurunan tekanan uap
Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat  dari cair menjadi gas. Ada kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan penguapan dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan semakin mudah menguap jika suhunya semakin tinggi.
Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, karene sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat terlarut.  
Banyak sedikitnya uap diatas permukaan cairan diukur berdasarkan tekanan uap cairan tersebut. Semakin tinggi suhu cairan semakin banyak uap yang berada diatas permukaan cairan dan berarti tekanan uapnya semakin tinggi. Jumlah uap diatas permukaan akan mencapai suatu kejenuhan pada tekanan tertentu, sebab bila tekanan uap sudah jenuh akan terjadi pengembunan, tekanan uap ini disebut tekanan uap jenuh.
Sejak tahun 1887 – 1888 Francois Mario Roult telah mempelajari hubungan antara tekanan uap dan konsentrasi zat terlarut, dan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa besarnya tekanan uap larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut dan tekanan uap dari pelarut murninya. Penurunan tekanan uap menurut hukum Roult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan P= XA  .  PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan uap pelarut murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut.
Menurut Roult :
P = PAo . XA

keterangan:
P          : tekanan uap jenuh larutan
PAo         : tekanan uap jenuh pelarut murni
XA        : fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1(untuk larutan yang terdiri atas dua komponen), maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :
P = Po (1 – XA)
P = Po – Po . XA
Po – P = Po . XA
Sehingga :
ΔP = Po . XA
keterangan:
ΔP        : penuruman tekanan uap jenuh pelarut
Po            : tekanan uap pelarut murni
XA          : fraksi mol zat terlarut
                                                            D P = Po – P
P          = tekanan uap larutan
X         = fraksi mol
P0         = tekanan uap pelarut murni

Jadi, perubahan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Tanda negatif menyiratkan penurunan tekanan uap. Tekanan uap selalu lebih rendah diatas larutan encer dibandingkan diatas pelarut murninya.
P larutan = X pelarut . P pelarut
Contoh :
Satu mol senyawa nonelektrolit dilarutkan dalam 9 mol pelarut. Jika tekanan uap jenuh pelarut murni adalah Po mmHg, berapakan penurunan tekanan uap jenuh pelarut ?
Jawab :
Dik      : zat terlarut 1 mol
                          zat pelarut 9 mol
                          tekanan uap jenuh pelarut Po mmHg
Dit       : D P ?
D P  =   Po  xA
                    =  Po  
       =  o
        = 0,9 Po

2.      Peningkatan Titik Didih
Sifat yang berikutnya adalah kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Titik didih larutan selalu lebih tinggi dibandingkan titik didih pelarut. hal sebaliknya berlaku pada titik beku larutan yang lebih rendah dibandingkan pelarut. Sifat ini dirumuskan sebagai berikut :
Bila suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang menguap. Pada suhu tertentu jumlah uap diatas permukaan zat cair akan menimbulkan tekanan uap yang sama dengan tekanan udara luar. Keadaan saat tekanan uap zat cair diatas permukaan zat cair tersebut sama dengan tekanan udara disekitarnya disebut mendidih dan suhu ketika tekanan uap diatas pemukaan cairan sama dengan tekanan uap luar disebut titik didih. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi kenaikan titik didih dari larutan tersebut.
Titik didih air murni pada tekanan 1 atm adalah 100 0C. Hal itu berarti tekanan uap air murni akan mencapai 1 atm ( sama dengan tekanan udara luar) pada saat air dipanaskan sampai 100 0C. Dengan demikian bila tekanan udara luar kurang dari 1 atm (misalnya dipuncak gunung) maka titik didih air kurang dari 100 0C.  
Bila kedalam air murni dilarutkan suatu zat yang sukar menguap, maka pada suhu 100 0C tekanan uap air belum mencapai 1 atm dan berarti air itu belum mendidih. Untuk dapat mendidih ( tekanan uap air mencapai 1 atm) maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Besarnya kenaikan suhu itulah yang disebut kenaikan titik didih.
Menurut hukum Roult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan (m) dan kenaikan titik didih molalnya (Kb). Dapat dirumuskan sebagai:
                                                   Δ Tb = Kb . m
Jika  m =
Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
Δ Tb = Kb
Tb            = besar penurunan titik beku (C0)
Kb           = konstanta kenaikan titik didih (0C/m)
m         = molalitas dari zat terlarut (molal)
n          = jumlah mol zat terlarut
P          = massa pelarut (gram)             
Contoh :
Dua setengah gram zat x dilarutkan dalam 500 gram benzena menghasilkan kenaikan titik didih 0,54 oC. Bila diketahui titik didih molal benzena 2,7 oC, berapakah massa molekul relatif zat x ?
Jawab :
Δ Tb = Kb
0, 54 = 2,7
0, 54 =
Mr   = 25

Harga Kb bervariasi untuk masing-masing pelarut. Kb diperoleh dengan mengukur kenaikan titik didih dari larutan encer yang molalitasnya diketahui (artinya, mengandung zat terlarut yang diketahui jumlah dan massa molalnya). Titik didih larutan merupakan titik didih pelarut murni ditambah dengan kenaikan titik didihnya.

3.    Penurunan titik Beku
Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Seperti halnya kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf) dinyatakan dengan persamaan:
ΔTf = Kf . m
 Jika m =
maka dapat di tulis
DTf = Kf
DTf       = penurunan titik beku (C0)
Kf         = tetapan ttitik beku molal (0C/m)
m         = molalitas dari zat terlarut (molal)
n          = jumlah mol zat terlarut
P          = massa pelarut (gram)                 

Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya peningkatan titik didih, dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui.

4.    Tekanan Osmotik
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari larutan hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang diberikan inilah yang disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik dirumuskan :
Berdasarkan persamaan gas ideal:
PV = nRT
Maka tekanannya
Jika tekanan osmotik larutan dilambangkan dengan π, dari persamaan diatas dapat diperoleh:
atau
π = M R T
π   = tekanan osmotik (atm)
M = konsentrasi molar/molaritas larutan
V = volume (liter)
R   = tetapan gas ideal (0,082 L atm K   mol  )
T    = suhu mutlak (K)            
Tetapan titik beku molal (Kf)
Pelarut
Titik beku (oC)
Kf (oC)
Air
Benzena
Fenol
Naftalena
Asam asetat
Kamfer
Nitrobenzena
0
5,4
39
80
16,5
180
5,6
1,86
5,1
7,3
7
3,82
40
6,9


D.    SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT
1.      Pengertian
Larutan Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini diterangkan oleh Svante August Arrhenius ( 1859 – 1927), seorang ilmuwan dari swedia. Arrhenius menemukan bahwa zat elektrolit dalam air akan terurai menjadi partikel – partikel berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik. Atom atau gugus atom yang bermuatan positif itu dinamakan ion. Larutan elektrolit terbagi atas elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Elektrolit kuat yaitu dalam air terionisasi sempurna, α = 1, daya hantar listrikny kuat. Contoh elektrolit kuat: asam kuat ( H2SO4, HNO3, HCL) basa kuat ( NaOH. KOH. Mg(OH)2). Sedangkat larutan elektrolit lemah yaitu dalam air terionosasi sebagian, 0<α<1 asam="" ch="" contoh="" dan="" daya="" elektrolit="" hantar="" larutan="" lemah.="" lemah:="" lemah="" listriknya="" sub="">3
COOH, H2CO3, HCN ), basa lemah ( NH4OH, Al(OH)3, Fe(OH)3 ).
Sifat koligatif larutan bergantung pada konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya,apakah partikel itu berupa molekul,atom,atau ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Oleh karena itu larutan elektrolit mempunyai sifat koligatif lebih besar daripada sifat koligatif larutan nonelektrolit.
Atas dasar kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai pengembangan di dalam perumusan sifat koligatifnya, yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion adalah derajat ionisasi. Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai:
Ø  Untuk Kenaikan Titik Didih
           ∆Tb     = m . Kb [1 + α(n-1)]
                       =
n = jumlah ion dari larutan elektrolitnya.
Ø  Untuk Penurunan Titik Beku dinyatakan sebagai:
           ∆Tf     = m . Kf [1 + α(n-1)]
                       =  
Ø  Untuk Tekanan Osmotik dinyatakan sebagai:
                            π     = C R T [1+ α(n-1)]

2.      Kegunaan sifat koligatif larutan
Sifat koligatif larutan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ilmu pengetahuan, dan industri. Contoh diantaranya adalah :
a.       Membuat campuran pendingin
Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh dibawah 0oC. Cairan pendingin digunakan pada pabrik es, juga digunakan untuk membuat es putar. Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam kedalam air. 
b.      Membuat cairan antibeku
Antibeku adalah zat yang ditambahkan kedalam suatu cairan untuk menurunkan titik bekunya. Antibeku mencegah pembekuan cairan yang digunakan sebagai pendingin, misal dalam pesawat terbang dan kendaraan bermotor, berupa etilen glikol (CH2OH-CH2OH). Selain menurunkan titik beku, antibeku juga menaikkan titik didih, sehingga mengurangi penguapan.
c.       Mencairkan salju di jalan raya
Lapisan salju yang berada di jalan raya dapat membuat kendaraan tergelincir, sehingga perlu disingkirkan. Lapisan salju tersebut sebagian besar dapat disingkirkan dengan buldoser. Namun untuk membersihkannya, digunakan garam dapur atau urea. Prinsip dasar dari proses ini juga berdasarkan penurunan titik beku.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Larutan yang tidak menghantarkan listrik disebut larutan non-elektrolit, dan yang menghantarkan listrik disebut larutan elektrolit. Sifat  koligatif adalah  sifat  larutan  yang  tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut). Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
·        Penurunan tekanan uap jenuh
·        Kenaikan titik didih
·        Penurunan titik beku
·        Tekanan osmosis
          Sifat koligatif larutan bergantung pada konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya,apakah partikel itu berupa molekul,atom,atau ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Kegunaan sifat koligatif larutan : Membuat campuran pendingin, Membuat cairan antibeku, Mencairkan salju di jalan raya, dll.



B.     PENUTUP
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
















DAFTAR PUSTAKA

Purba, Michael. 2007. Kimia SMA Jilid 3A. Jakarta: Erlangga
Ratna. 2009. Sifat Koligatif larutan. (online) http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/sifat-koligatif-dan-koloid/sifat-koligatif-larutan-2/. Diakses tanggal 2 Maret 2013, pukul 20:54
S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB
Wahyuni, Sri. 2003. Master Kimia SMA. Jakarta: Erlangga

BAB I
PEDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada zaman Mesir kuno, kimia dipraktikkan untuk berbagai keperluan, seperti membuat balsam, membuat alkohol, dan mengolah logam. Pengetahuan tersebut mereka temukan berdasarkan pengalaman dan diteruskan secara turun-temurun. Mereka belum memahami konsep-konsep kimia yang diterapkan dalam proses tersebut. Sebagai contoh saat ini, membuat es putar atau membunuh lintah dengan menaburkan garam merupakan cara yang biasa dilakukan berdasarkan pengalaman. Orang melakukan hal tersebut belum tentu emahami secara ilmiah.
Membuat es putar dan membunuh lintah dengan garam berkaitan dengan sifat larutan yang digolongkan sebagai sifat koligatif yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Sifat koligatif larutan perlu dipelajari karena berkaitan dengan berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari maupun bidang industri.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui pengertian sifat koligatif dn sifat koligatif larutan non-elektrolit
2.      Menjelaskan arti kemolalan dan fraksi mol
3.      Menjelaskan tentang macam-macam sifat koligatif
4.      Menjelaskan tentang sifat koligatif larutan elektrolit
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN SIFAT KOLIGATIF DAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON-ELEKTROLIT
Larutan yang tidak menghantarkan listrik disebut larutan non-elektrolit, dan yang menghantarkan listrik disebut larutan elektrolit. Berdasarkan titik didih zatnya, larutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Titik didih zat terlarut lebih kecil daripada pelarutnya, sehingga zat terlarut lebih mudah menguap, contoh O2, NH3, alkohol dalam air, dll.
2.      Titik didih zat terlarut lebih besar daripada pelarutnya, dan jika dipanaskan maka pelarut yang lebih dulu menguap. Ini disebut zat terlarut yang tidak mudah menguap, contoh gula, urea, NaCl dalam air, dll.

Sifat  koligatif adalah  sifat  larutan  yang  tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut). Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
ü  Penurunan tekanan uap jenuh
ü  Kenaikan titik didih
ü  Penurunan titik beku
ü  Tekanan osmosis
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.


B.     KEMOLALAN DAN FRAKSI MOL
Dua cara untuk menyatakan konsentrasi yang tidak bergantung pada suhu larutan adalah kemolalan dan fraksi mol. Kemolalan dan fraksi mol tidak dikaitkan dengan volume larutan, tetapi pada massa atau jumlah molnya. Sebagaimana massa dan jumlah mol tidak bergantung pada suhu.
1.      Kemolalan (m)
Kemolalan atau molalitas menyatakan jumlah mol (n) zat terlarut dalam 1 kg (1000 g) pelarut. Oleh karena itu kemolalan sinyatakan dalam mol kg-1.
dengan
m = kemolalan larutan
n = jumlah mol zat terlarut
 p = massa pelarut (kg)
jika massa larutan dinyatakan dalam gram, maka rumus kemolalan diatas akan menjadi :             p = massa pelarut (gr)
contoh:
Berapa kemolalan dari 100 gr larutan glukosa yang mengandung 12% massa glukosa (Mr = 180) ?
Analisis masalah :
Kemolalan menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kg pelarut. Jadi jalan yang harus ditempuh yaitu:
~ menentukan jumlah mol zat terlarut
~ menentukan massa pelarut (kg), dan
~ menghitung kemolalan dengan rumus yang ada
Dalam 100 gr larutan glukosa 12% terdapat :
Glukosa 12% =  
Dan air (pelarut) = (100 12) = 88 gr = 0,088 kg
Jumlah mol =
m =  kg-1

2.      Fraksi Mol (X)
Fraksi mol menyatakan perbandingan jumlah mol zat terlarut atau pelarut terhadap jumlah mol larutan. Jika jumlah mol zat pelarut adalah nA, dan jumlah mol zat terlarut adalah nB, maka fraksi mol pelarut dan zat terlarut adalah :
XA =     dan XB =  
Jumlah fraksi mol pelarut dan terlarut adalah 1,    XA + XB = 1
Contoh :
Hitunglah fraksi mol urea dalam 100 gr larutan urea 20% (Mr = 60)?
Jawab:
Dalam 100 gr larutan urea 20%, terdapat 20 gr urea dan 80 gr air
nair =  
nurea=
Xurea=


C.     MACAM-MACAM SIFAT KOLIGATIF
1.      Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Pada  setiap  suhu,  zat  cair  selalu  mempunyai  tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang.



      

Gambaran penurunan tekanan uap
Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat  dari cair menjadi gas. Ada kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan penguapan dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan semakin mudah menguap jika suhunya semakin tinggi.
Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, karene sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat terlarut.  
Banyak sedikitnya uap diatas permukaan cairan diukur berdasarkan tekanan uap cairan tersebut. Semakin tinggi suhu cairan semakin banyak uap yang berada diatas permukaan cairan dan berarti tekanan uapnya semakin tinggi. Jumlah uap diatas permukaan akan mencapai suatu kejenuhan pada tekanan tertentu, sebab bila tekanan uap sudah jenuh akan terjadi pengembunan, tekanan uap ini disebut tekanan uap jenuh.
Sejak tahun 1887 – 1888 Francois Mario Roult telah mempelajari hubungan antara tekanan uap dan konsentrasi zat terlarut, dan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa besarnya tekanan uap larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut dan tekanan uap dari pelarut murninya. Penurunan tekanan uap menurut hukum Roult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan P= XA  .  PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan uap pelarut murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut.
Menurut Roult :
P = PAo . XA

keterangan:
P          : tekanan uap jenuh larutan
PAo         : tekanan uap jenuh pelarut murni
XA        : fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1(untuk larutan yang terdiri atas dua komponen), maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :
P = Po (1 – XA)
P = Po – Po . XA
Po – P = Po . XA
Sehingga :
ΔP = Po . XA
keterangan:
ΔP        : penuruman tekanan uap jenuh pelarut
Po            : tekanan uap pelarut murni
XA          : fraksi mol zat terlarut
                                                            D P = Po – P
P          = tekanan uap larutan
X         = fraksi mol
P0         = tekanan uap pelarut murni

Jadi, perubahan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Tanda negatif menyiratkan penurunan tekanan uap. Tekanan uap selalu lebih rendah diatas larutan encer dibandingkan diatas pelarut murninya.
P larutan = X pelarut . P pelarut
Contoh :
Satu mol senyawa nonelektrolit dilarutkan dalam 9 mol pelarut. Jika tekanan uap jenuh pelarut murni adalah Po mmHg, berapakan penurunan tekanan uap jenuh pelarut ?
Jawab :
Dik      : zat terlarut 1 mol
                          zat pelarut 9 mol
                          tekanan uap jenuh pelarut Po mmHg
Dit       : D P ?
D P  =   Po  xA
                    =  Po  
       =  o
        = 0,9 Po

2.      Peningkatan Titik Didih
Sifat yang berikutnya adalah kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Titik didih larutan selalu lebih tinggi dibandingkan titik didih pelarut. hal sebaliknya berlaku pada titik beku larutan yang lebih rendah dibandingkan pelarut. Sifat ini dirumuskan sebagai berikut :
Bila suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang menguap. Pada suhu tertentu jumlah uap diatas permukaan zat cair akan menimbulkan tekanan uap yang sama dengan tekanan udara luar. Keadaan saat tekanan uap zat cair diatas permukaan zat cair tersebut sama dengan tekanan udara disekitarnya disebut mendidih dan suhu ketika tekanan uap diatas pemukaan cairan sama dengan tekanan uap luar disebut titik didih. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi kenaikan titik didih dari larutan tersebut.
Titik didih air murni pada tekanan 1 atm adalah 100 0C. Hal itu berarti tekanan uap air murni akan mencapai 1 atm ( sama dengan tekanan udara luar) pada saat air dipanaskan sampai 100 0C. Dengan demikian bila tekanan udara luar kurang dari 1 atm (misalnya dipuncak gunung) maka titik didih air kurang dari 100 0C.  
Bila kedalam air murni dilarutkan suatu zat yang sukar menguap, maka pada suhu 100 0C tekanan uap air belum mencapai 1 atm dan berarti air itu belum mendidih. Untuk dapat mendidih ( tekanan uap air mencapai 1 atm) maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Besarnya kenaikan suhu itulah yang disebut kenaikan titik didih.
Menurut hukum Roult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan (m) dan kenaikan titik didih molalnya (Kb). Dapat dirumuskan sebagai:
                                                   Δ Tb = Kb . m
Jika  m =
Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
Δ Tb = Kb
Tb            = besar penurunan titik beku (C0)
Kb           = konstanta kenaikan titik didih (0C/m)
m         = molalitas dari zat terlarut (molal)
n          = jumlah mol zat terlarut
P          = massa pelarut (gram)             
Contoh :
Dua setengah gram zat x dilarutkan dalam 500 gram benzena menghasilkan kenaikan titik didih 0,54 oC. Bila diketahui titik didih molal benzena 2,7 oC, berapakah massa molekul relatif zat x ?
Jawab :
Δ Tb = Kb
0, 54 = 2,7
0, 54 =
Mr   = 25

Harga Kb bervariasi untuk masing-masing pelarut. Kb diperoleh dengan mengukur kenaikan titik didih dari larutan encer yang molalitasnya diketahui (artinya, mengandung zat terlarut yang diketahui jumlah dan massa molalnya). Titik didih larutan merupakan titik didih pelarut murni ditambah dengan kenaikan titik didihnya.

3.    Penurunan titik Beku
Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku. Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Seperti halnya kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf) dinyatakan dengan persamaan:
ΔTf = Kf . m
 Jika m =
maka dapat di tulis
DTf = Kf
DTf       = penurunan titik beku (C0)
Kf         = tetapan ttitik beku molal (0C/m)
m         = molalitas dari zat terlarut (molal)
n          = jumlah mol zat terlarut
P          = massa pelarut (gram)                 

Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya peningkatan titik didih, dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui.

4.    Tekanan Osmotik
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari larutan hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang diberikan inilah yang disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik dirumuskan :
Berdasarkan persamaan gas ideal:
PV = nRT
Maka tekanannya
Jika tekanan osmotik larutan dilambangkan dengan π, dari persamaan diatas dapat diperoleh:
atau
π = M R T
π   = tekanan osmotik (atm)
M = konsentrasi molar/molaritas larutan
V = volume (liter)
R   = tetapan gas ideal (0,082 L atm K   mol  )
T    = suhu mutlak (K)            
Tetapan titik beku molal (Kf)
Pelarut
Titik beku (oC)
Kf (oC)
Air
Benzena
Fenol
Naftalena
Asam asetat
Kamfer
Nitrobenzena
0
5,4
39
80
16,5
180
5,6
1,86
5,1
7,3
7
3,82
40
6,9


D.    SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT
1.      Pengertian
Larutan Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini diterangkan oleh Svante August Arrhenius ( 1859 – 1927), seorang ilmuwan dari swedia. Arrhenius menemukan bahwa zat elektrolit dalam air akan terurai menjadi partikel – partikel berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik. Atom atau gugus atom yang bermuatan positif itu dinamakan ion. Larutan elektrolit terbagi atas elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Elektrolit kuat yaitu dalam air terionisasi sempurna, α = 1, daya hantar listrikny kuat. Contoh elektrolit kuat: asam kuat ( H2SO4, HNO3, HCL) basa kuat ( NaOH. KOH. Mg(OH)2). Sedangkat larutan elektrolit lemah yaitu dalam air terionosasi sebagian, 0<α<1 asam="" ch="" contoh="" dan="" daya="" elektrolit="" hantar="" larutan="" lemah.="" lemah:="" lemah="" listriknya="" sub="">3
COOH, H2CO3, HCN ), basa lemah ( NH4OH, Al(OH)3, Fe(OH)3 ).
Sifat koligatif larutan bergantung pada konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya,apakah partikel itu berupa molekul,atom,atau ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Oleh karena itu larutan elektrolit mempunyai sifat koligatif lebih besar daripada sifat koligatif larutan nonelektrolit.
Atas dasar kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai pengembangan di dalam perumusan sifat koligatifnya, yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion adalah derajat ionisasi. Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai:
Ø  Untuk Kenaikan Titik Didih
           ∆Tb     = m . Kb [1 + α(n-1)]
                       =
n = jumlah ion dari larutan elektrolitnya.
Ø  Untuk Penurunan Titik Beku dinyatakan sebagai:
           ∆Tf     = m . Kf [1 + α(n-1)]
                       =  
Ø  Untuk Tekanan Osmotik dinyatakan sebagai:
                            π     = C R T [1+ α(n-1)]

2.      Kegunaan sifat koligatif larutan
Sifat koligatif larutan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ilmu pengetahuan, dan industri. Contoh diantaranya adalah :
a.       Membuat campuran pendingin
Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh dibawah 0oC. Cairan pendingin digunakan pada pabrik es, juga digunakan untuk membuat es putar. Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam kedalam air. 
b.      Membuat cairan antibeku
Antibeku adalah zat yang ditambahkan kedalam suatu cairan untuk menurunkan titik bekunya. Antibeku mencegah pembekuan cairan yang digunakan sebagai pendingin, misal dalam pesawat terbang dan kendaraan bermotor, berupa etilen glikol (CH2OH-CH2OH). Selain menurunkan titik beku, antibeku juga menaikkan titik didih, sehingga mengurangi penguapan.
c.       Mencairkan salju di jalan raya
Lapisan salju yang berada di jalan raya dapat membuat kendaraan tergelincir, sehingga perlu disingkirkan. Lapisan salju tersebut sebagian besar dapat disingkirkan dengan buldoser. Namun untuk membersihkannya, digunakan garam dapur atau urea. Prinsip dasar dari proses ini juga berdasarkan penurunan titik beku.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Larutan yang tidak menghantarkan listrik disebut larutan non-elektrolit, dan yang menghantarkan listrik disebut larutan elektrolit. Sifat  koligatif adalah  sifat  larutan  yang  tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut). Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
·        Penurunan tekanan uap jenuh
·        Kenaikan titik didih
·        Penurunan titik beku
·        Tekanan osmosis
          Sifat koligatif larutan bergantung pada konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya,apakah partikel itu berupa molekul,atom,atau ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Kegunaan sifat koligatif larutan : Membuat campuran pendingin, Membuat cairan antibeku, Mencairkan salju di jalan raya, dll.



B.     PENUTUP
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
















DAFTAR PUSTAKA

Purba, Michael. 2007. Kimia SMA Jilid 3A. Jakarta: Erlangga
Ratna. 2009. Sifat Koligatif larutan. (online) http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/sifat-koligatif-dan-koloid/sifat-koligatif-larutan-2/. Diakses tanggal 2 Maret 2013, pukul 20:54
S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB
Wahyuni, Sri. 2003. Master Kimia SMA. Jakarta: Erlangga

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

CamOn