BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada prinsipnya manusia merupakan makhluk yang diarahkan
leh motivasi dan cita-citanya. Hampir semua tingkah laku manusia dapat
dipandang sebagai usaha untuk memuaskan hasrat biologis mereka. Tetapi tujuan
itu sering sulit atau bahkan kemungkinan kecil untuk dicapai.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep dan makna kegelisahan
2.
Untuk mengetahui sumber-sumber kegelisahan
3.
Untuk mengetahui faktor penyebab kegelisahan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan Makna Kegelisahan
Gelisah adalah kata ungkapan perasaan psikologis atau kejiwaan seseorang.
Menutur arti katanya, ‘gelisah’ artinya adalah perasaan tidak tentram; perasaan
tidak tenang; perasaan tidak sabar lagi; perasaan cemas dan khawatir. Perasaan
tersebut bersifat kodrati yang bersumber pada unsur ‘rasa’ dalam diri manusia. Kegelisahan
menyatakan suatu keadaan, artinya keadaan perasaan tidak tentram, tidak tenang,
tidak sabar lgi, serta keadaan perasaan cemas dan khawatir. Oleh karena itu
gelisah dan kegelisahan adalah gejala universal bersifat kejiwaan, yang ada
pada manusia mana pun.
Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia
yang gelisah itu dihantui oleh rasa khawatir atau takut. Manusia suatu saat
dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup lama
hinggap pada manusia, akan menyebabkan suatu ganguan penyakit. Kegelisahan yang
cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.
Tragedi dunia modern tidak sedikit dapat menyebabkan kegelisahan. Hal ini
mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualistis dan
egoisme, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan seterusnya.
Alasan mendasar mengapa manusia gelisah adalah karena manusia memiliki hati
dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan, kesepian, dan
ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silir berganti dengan kebahagian,
kegembiraan dalam kehidupan manusia. Perasaan cemas menurut Sigmund Freud ada
tiga macam, yaitu :
1.
Kecemasan objektif.
Kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan, kegelisahan
ini timbul akibat adanya pengaruh dari luar atau lingkungan sekitar. Contoh :
anak sekolah yang belum juga pulang ketika sudah larut malam (orang tua
khawatir/cemas menanti anaknya. Terlihat bahwa orang tua gelisah akibat
pengaruh luar)
2.
Kecemasan neurotik
(saraf)
Hal ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluri. Menurut S.
Freud kecemasan ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Kecemasan yang timbul akibat penyesuaian diri dengan
lingkungan. Kecemasan ini timbul karena orang itu takut akan bayangannya
sendiri
b. Rasa takut irrasional atau phobia. Rasa takut ini sudah
menular, sehingga kadang tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja dapat
menimulkan rasa takut.
c. Rasa gugup, gagap dan sebagainya.
3.
Kecemasan moral.
Muncul dari emosi diri sendiri seperti perasaan iri, dengki, demdam, marah,
dan sebagainya. Setiap orang memiliki emosi, dan
emosi penting bagi kemajuan. Namun, emosi tidak terbendung akan menyebabkan
perasaan–perasaan cemas, gelisah, khawatir, benci dan perasaan negatif lainnya.
Perasaan itu demikian hebatnya, sehingga dapat mendesak dan mengusir
pikiran-pikiran tenang, tentram, segar, dan damai. Contoh : Datuk Maringgih iri
melihat kemajuan usaha Bagindo Sulaiman, ayah Siti Nurbaya. Hatinya selalu
gelisah, takut usahanya akan mati, kalah bersaing. Karena itu, ia menyuruh
orang agar membakar toko Bagindo Sulaiman. (Siti Nurbaya – Marah Rusli).
Sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya
orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman,
baik ancaman dari luar maupun dari dalam (diri sendiri rasa bersalah,rasa
malu,dll).
B.
Sumber-sumber kegelisahan
Banyak
orang berpikir bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tidak “diinginkan”,
tetapi para ahli jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup
manusia, atau sebagai “kawan akrab” yang memberi stimulus kepada tingkah laku
manusia. Kegelisahan yang tidak terhindarkan disebabkan oleh kompleksitas
manusia, lingkungan dimana dia tinggal, dan keterbatasan fisik dan jiwanya.
1.
Kegelisanan dan
kompleksitas manusia
Motif-motif perbuatan yang mendorong dan mengarahkan
tingkah laku tidak timbul dan dapat mencapai pemuasan dengan cara yang
sederhana. Sebaliknya motif-motif itu terjadi dalam keadaan ruwet, bahkan
kadang-kadang penuh dengan kekacauan. Motif yang berbeda-beda bersaing satu
sama lain, dan pemuasan terhadap motif pertama akan disusul dengan datangnya
motif yang lainnya.
Bertumpuknya pola-pola motif kehidupan manusia
mengajarkan kepada manusia bahwa tidak semua motif dapat terpuaskan, tetapi ada
juga yang memerlukan kesabaraan untuk menundanya, dan bahkan bila perlu motif
itu ditinggalkan. Bila tidak akan menghasilkan kegelisahan.
2.
Kegelisahan dan
Kondisi Lingkungan
Pemuasan yang menyeluruh pada suatu motif juga hampir
tidak mungkin sebab tujuan motif itu hanya bisa dicapai menyeluruh ika sesuai
dengan apa yang tersedia dilingkungan kita. Pada lingkungan tertentu ada teman
dari seseorang yang tidak memperhatikannya atau mengaguminya yang dapat
digunakan untuk memuaskan keinginannya akan status, keakrababn, cinta, dan
sebagainya. Hal tersebut mengajarkan kita bahwa beberapa motif lebih penting
dari yang lainnya karena cukup sulit untuk dicapai, atau motif tersebut
berlangsung lama. Motif sosial akan lebih sulit mendapat pemuasan karena
kondisi lingkungan yang kadang berubah-ubah, kebutuhan biologis yang berubah,
da seluruh pola tingkah laku manusia akan terpegaruh juga.
3.
Kegelisahan dan
ketidakmampuan penyesuaian bertindak
Terjadinya kegelisahan bisa juga bersumber dari
pencapaian tujuan yang tergantung pada keefektifan dalam penyesuaian; hasil
hanya dapat dicapai jika seseorang mempunyai kebiasaan yang sesuai untuk
memanipulasi lingkungan. Manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
berdasarkan reorganisasi pengalaman. Faktor intelegensi, fisik, dan pengalaman
menyediakan kebiasaan bertindak sehingga manusia tidak dapat mencapai
tujuannya. Kegelisahan manusia berasal dari ketidakmampuan mengatasi rintangan
karena alasan fisik, ketidakmampuan memuaskan motif-motif yang bertentangan.
Ketiga sumber kegelisahan ini tidak mempunyai akibat yang sama pada setiap
orang.
4.
Keadaan fisik
Keadaan fisik merupakan faktor utama sebagai kegelisahan
manusia. Kegelisahan merupakan kawan intim dari manusia sejak lahir. Pada masa
bayi, pengalaman yang didapat bayi dalam menghadapi kegelisahan, kekhawatiran
dan ketakutan akan berpengaruh pada masa selanjutnya, baik pada level sadar
maupun tidak sadar.
Pada masa dewasa ketidakmampuan fisik bukan merupakan
sumber kegelisahan yang pokok, kecuali pada masa epidemi, banjir, gempa, dan
bencana lainnya. Dengan adanya kemajuan teknologi kegelisahan yang ditimbulkan
dapat dikurangi.
Pada masa tua keterbatasan fisik menjadi penyebab utama
kegelisahan. Kegelisahan dimasa ini akan semakin menjadi jika orang usia lanjut
masih menginginkan suatu motif seperti waktu mereka berusia muda.
5.
Lingkungan sosial
Sumber kegelisahan manusia dapat berubah sesuai dengan
pembangunan teknologi dan ilmu manusia itu sendiri. Manusia satu dengan yang
lainnya saling tergantung, sehingga apabila salah satu diantara mereka tidak
dapat saling memberi seperti yang diharapkan maka hal ini akan menjadi sumber
kegelisahan. Hal ini akan berlangsung seumur hidup manusia sehingga akan menjadi
penyebab utama dari kegelisahan manusia.
6.
Motif yang
bertentangan
Pertentangan antara dua motif atau lebih merupakan sumber
kegelisahan yang paling rumit. Hakikat dari konflik antar motif ini ialah bahwa
seorang individu tidak dapat mencapai tujuan tanpa harus mengorbankan motif
lainnya yang ia miliki. Konfik yang lebih sulit adalah jika pemuasan terhadap
salah satu motif malah menguatkan motif yang bertentangan.
C.
Faktor Penyebab Kegelisahan
Penyebab
kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mepunyai kemampuan untuk membaca dunia
dan mengetahui misteri kehidupan. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi
gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka
hidupnya kosong dan tidak punya arti. Orang yang seperti itu sering ditimpa
kegelisahan.
1.
Keterasingan
Keterasingan
berasal dari kata “terasing”, artinya tersisih, terpisah, dan terpencil dari
pergaulan masyarakat baik-baik. Keterasingan artinya keadaan yang membuat
tersisih, terpisah, dan terpencil dari pergaulan masyarakat baik-baik. Hal yang
menjadi sumber keadaan keterasingan adalah perilakunya yang tidak dapat
diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau kekurangan yang ada
pada diri sendiri, sehingga ia tidak dapat atau sulit untuk menyesuaikan diri
dalam masyarakat. Perilaku yang tidak dapat diterima itu selalu menimbulkan
keonaran dalam masyarakat, sifatnya bertentangan dengan atau menyentuh
nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, orang yang berbuat dibenci oleh
masyarakat dan berada dalam keterasingan. Perbuatan itu misalnya mencuri,
memperkosa, somong, angkuh, dan sebagainya. Contohnya
: Murni gadis lincah, bebas, dan pandai bergaul.
Kawannya banyak dan hilir mudik bergantian datang dan mengajak pergi. Pada
suatu hari tersiar berita ia mendapat “kecelakaan”. Sejak itu ia tidak pernah
menampakkan diri dan tak ada kawan yang hilir mudik datang berkunjung dan
mengajak pergi. Ia menyembunyikan diri di kamar, malu keluar. Ia hidup dalam
keterasingan.
Keterasingan
yang menyentuh nilai kemanusiaan juga dapat terjadi karena perbuatan orang lain
yang bersifat diskriminatif. Seorang pasien yang berobat kerumah sakit
menggunakan Kartu Askes pelayanannya dibedakan dengan yang tidak menggunakan
kartu askes. Perlakuan diskriminatif ini tidak manusiawi.
Keterasingan
yang dipaksakan oleh pihak lain dalam masyarakat, misalnya tidak simpati, tidak
mau mendekati, tidak memperdulikan, memboikot, bahkan mengisolasi pelaku.
Apabila dengan perilaku masyarakat masih tidak mempan menyadarkan pelaku,
keterasingan itu dapat dipaksakan oleh institusi pengadilan.
a.
Keterasingan
karena cacat fisik. Cacat
fisik tidak perlu membuat hidup terasing karena itu adalah kehendak Tuhan.
Namun, seringkali manusia memiliki jalan pikiran yang berbeda. Perasaan malu anak atau cucunya
cacat fisik, maka disingkirkannya anak tersebut dari pergaulan ramai, hidup
dalam keterasingan.
b.
Keterasingan
karena sosial-ekonomi. Ekonomi
kuat atau lemah adalah anugerah Tuhan. Orang tidak boleh membanggakan kekayaan
dan tidak boleh pula merasa rendah diri karena keadaan ekonomi yang minim.
Namun dalam kenyataan lain keadaannya, orang-orang yang tergolong lemah
ekonominya seringkali merasa rendah diri. Akibatnya orang-orang kaya sering
membanggakan kekayaannya, meskipun tanpa disengaja.
c.
Keterasingan
karena rendah pendidikan. Banyak juga orang yang
merasa rendah diri karena rendah pendidikannya dan tidak dapat mengikuti jalan
pikiran orang yang berpendidikan tinggi dan banyak pengalaman. Dalam pergaulan
orang-orang yang berpendidikan rendah dan kurang berpengalaman biasanya
menyendiri, mengasingkan diri karena merasa sulit menempatkan diri. Ingin
bertanya takut salah,juga takut ditanya, takut jawabannya tidak benar.
Akibatnya ia menjauhkan diri dari pergaulan. Akan tetapi, orang
seperti itu masih lebih baik dari pada mereka yang berlagak pintar dan akhirnya
menjadi bahan tertawaan. Contoh
: Akil
yang merasa berpendidikan rendah, tidak mau bercakap-cakap dengan tamu dalam
pertemuan itu. Apalagi tamu-tamu itu sebentar-sebentar mempergunakan bahasa
asing yang belum pernah didengarkannya. Ia merasa makin takut meskipun
pakiannya tidak kalah dengan mereka karena pendidikan dan pengalamannya jauh
lebih rendah dari mereka. Karena itu ia menghindarkan diri dan menyendiri saja Lain halnya dengan
Dodo, biarpun pendidikannya rendah, ia tidak perduli. Dalam pertemuan ia tanya
sini tanya sana, sehingga tidak jarang membuat orang heran, sebab pertanyaan
tidak dapat dimengerti sebaliknya bila ditanya lain pula jawabannya. Akhirnya
ia kurang diperhatikan orang dan tersisihkan dari pergaulan.
d.
Keterasingan
karena perbuatannya. Orang terpaksa hidup
dalam keterasingan karena merasa malu, dunia rasanya sempit, bila melihat
orang, mukanya ditutupi. Itu semua akibat dari perbuatannya, yang tidak bisa
diterima oleh masyarakat lingkungannya. Banyak perbuatan yang tidak dapat
diterima oleh masyarakat. Contoh
: Selama
ini Tn. Adi terkenal sebagai orang terhormat. Semua penduduk di wilayahnya
mengenal siapa Tn. Adi, pegawai tinggi suatu instansi, ramah, dan dermawan.
Tiba-tiba tersiar berita di koran bahwa Tn. Adi tersangkut korupsi milyaran.
Dengan adanya berita itu, Tn. Adi tidak pernah keluar, apalagi bergaul. Setiap
ada undangan tidak pernah datang. Ia mengurung diri di rumah, hidup dalam
keterasingan.
e.
Takut kehilangan hak. Contoh
: Oyong
mempunyai sifat pemarah, sebentar-bentar menantang orang dan mengajaknya
berkelahi. Ia menganggap lawannya pasti kalah. Ia tak kenal istilah musyawarah,
akibatnya semua teman-temannya perlahan-lahan menjauhinya, sehingga ia terasing
dari pergaulan Dede
seorang anak anggota militer. Setiap bertengkar dengan kawan-kawannya selalu
membawa nama bapaknya, sehingga kawan-kawannya segan bergaul dengannya.
Akibatnya ia tak berkawan, hidup hanya dengan keluarganya sendiri, ia hidup
dalam keterasingan. Jadi,
bila kita renungkan, orang hidup dalam keterasingan karena takut kehilangan
haknya. Seperti halnya Oyong yang merasa takut kehilangan hak nama baiknya. Ia
merasa lebih dari orang lain, sehingga bila ada orang yang melebihinya, ia
segera mengajaknya berkelahi. Demikian Marni, karena perbuatannya yang
melanggar susila, ia takut kehilangan hak nama baiknya.
f.
Kerinduan. Kadang-kadang
keterasingan disebabkan pula oleh rasa kerinduan yang begitu hebat baik
terhadap keluarga, teman, suasana,atau bahkan terhadap suatu tempat. Adalah
satu hal yang wajar apabila seseorang yang berada jauh dari keluarga akan
merasakan kerinduan yang begitu hebat terhadap keluarganya. Dalam kondisi yang
demikian ini tidak heran kalau kemudian yang bersangkutan merasa terasing,
kendatipun lingkungan sekitarnya mampu memenuhi kebutuhannya.
Sebab
– sebab keterasingan bila
kita memperhatikan contoh yang ada
itu bersumber pada :
ü Perbuatan yang tidak
dapat diterima oleh masyarakat, antara lain mencuri, bersikap angkuh atau
sombong. Sikap dan perbuatan seseorang
tidaklah mesti sesuai dengan aspirasi orang lain, lebih-lebih dalam masyarakat
yang beragam seperti masyarakat kita ini, bilamana ketidaksesuaian ini
berkembang bisa diduga akan timbul jarak antara orang satu dengan lainnya.
ü Sikap yang sejenis dengan
angkuh atau sombong ialah sikap kaku, pemarah, dan suka berkelahi.
Sikap seperti itu menjauhkan kawan dan mendekatkan lawan. Orang segan berkawan
dengan orang yang bersikap seperti itu, sebab takut terjadi konflik batin atau
konflik fisik.
ü Sikap rendah diri. Sikap
rendah diri menurut Alex Gunur adalah sikap kurang baik. Sikap ini menganggap
atau merasa dirinya selalu atau tidak berharga, tidak atau kurang laku, tidak
atau kurang mampu di hadapan orang lain. Sikap ini disebut juga sikap minder.
Jadi, bukan orang lain yang menganggap dirinya rendah, tetapi justru dirinya
sendiri, tetapi juga tidak baik bagi masyarakat. Sikap rendah diri disebabkan
antara lain kemungkinan cacat fisik, status sosial-ekonominya, rendah
pendidikannya, dan karena kesalahan perbuatannya.
Usaha-usaha untuk
mengatasi keterasingan
Keterasingan
biasanya terjadi karena sikap sombong, angkuh, pemarah, kaku, rendah diri, atau
karena perbuatan yang melanggar norma hukum. Untuk mengatasi keterasingan ini
diperlukan kesadaran yang tinggi. Orang bersikap demikian karena menganggap
semua yang mereka lakukan adalah benar.
Lain
halnya dengan orang yang rendah diri. Orang yang mempunyai sifat ini biasanya
sadar akan kekurangannya. Untuk meningkatkan harga diri, ia harus banyak
belajar dan bergaul. Pergaulan itu dilakukan sedikit demi sedikit dan terus
meningkat, sehingga akhirnya menjadi biasa.
2.
Kesepian
Kesepian berasal dari
kata sepi, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada orang atau kendaraan,
tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, tak ada apa-apa, dan sebagainya.
Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi. Contoh : Setelah anaknya yang
telah menikah itu memiliki rumah sendiri, ibu Hadi merasa kesepian.
Orang-orang takut keluar, bahkan suara deru mobil pun tak kedengaran, karena pak Parman dan
ibu Parman kurang bergaul, ditambah keadaan hari itu hujan lebat, maka resepsi
perkawinan anaknya sepi, tamu kurang sekali. Setiap orang pernah
mengalami kesepian, karena kesepian merupakan bagian hidup manusia. Lama atau
sebentar perasaan kesepian ini bergantung kepada mental orang dan kasus
penyebabnya.
Sebab-sebab
terjadinya kesepian. Bermacam-macam penyebab
terjadinya kesepian. Salah satunya adalah frustasi. Orang yang frustasi tidak
mau diganggu, ia
lebih senang dalam keadaan sepi, tidak suka bergaul, dan sebagainya. Ia lebih
senang hidup sendiri. Contoh
: Pangeran
Sidharta, putra raja Kapilawastu, meninggalkan istana, tempat kemewahan,
keramaian, dan keindahan.
Bila kita perhatikan
sepintas lalu mungkin keterasingan dan kesepian hampir serupa, tetapi
sebenarnya tidak sama, walaupun keduanya ada hubungannya. Perbedaan antara
keduanya hanya terletak pada sebab akibat. Kesepian merupakan
akibat dari keterasingan dan keterasingan sebagai akibat sombong, angkuh, kaku,
keras kepala, sehingga dijauhi kawan-kawan sepergaulan. Akibatnya, orang yang
dijauhi itu hidup terasing, terpencil dari keramaian hidup sehingga mereka
merasa kesepian.
3.
Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal
dari kata tidak pasti artinya tidak menentu (pikirannya) atau mendua, atau apa
yang dipikirkan tidak searah dan kemana tujuannya tidak jelas. Itu semua akibat
pikirannya yang tidak dapat konsentrasi. Ketidakkonsentrasian itu disebabkan
oleh berbagai sebab, yang paling utama adalah kekacauan pikiran. Ketidakpastian
atau ketidaktentuan adalah bagian hidup manusia.
Setiap orang hidup
pasti pernah mengalaminya. Bahkan anak kecil sekalipun pernah mengalaminya,
misalnya, ketika anak kecil ditinggalkan ibunya, ia menangis kebingungan.
Kebingungan itu menunjukan adanya ketidakpastian. Menurut Siti Meichati
dalam bukunya Kesehatan Mental menerangkan beberapa penyebab seseorang tak
dapat berpikir dengan pasti. Sebab-sebab itu ialah:
a.
Obsesi. Obsesi merupakan gejala
neurose jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus-menerus,
biasanya tentang hal-hal yang tak menyenangkan, atau penyebab lain yang tidak
diketahui oleh penderita. Misalnya selalu berpikir ada orang yang ingin
menjatuhkan dia. Contoh
: Seorang
pedagang yang maju pesat, pada suatu saat berpikir olehnya ada kswan yang ingin
menjatuhkannya. Pikirannya itu semakin menjadi-jadi, apalagi setelah ia
mengalami kerugian.
b.
Phobie, yaitu rasa ketakutan
yang takterkendalikan atau tidak normal terhadap sesuatu hal atau kejadian,
tanpa diketahui sebab-sebabnya. Contoh
: Orang
yang takut terhadap tempat yang tinggi. Secara tidak sengaja, ia terus
menelusuri jalan mendaki. Sesampainya di puncak ketinggian, ia ketakutan luar
biasa.
c.
Kompulasi, ialah adanya keraguan
yang sangat mengenai apa yang telah dikerjakannya, sehingga ada dorongan yang
tidak disadari untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang serupa berulang
kali. Contoh
: Keinginannya
mengambil barang orang (mencuri), padahal barang itu tidak bermanfaat baginya,
dan ia mampu andaikata ingin membelinya.
d.
Histeria, ialah neurose jiwa yang
disebabkan oleh tekanan mental kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan,
kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri, atau sugesti dari sikap orang
lain. Contoh
: Neneng,
seorang gadis yang cukup manis, suatu hari melihat pacarnya berjalan-jalan
dengan seorang gadis yang belum pernah dikenalnya. Rasa cemburu berkecamuk di
hatinya dan setibanya di rumah dia beteriak histeris.
e.
Delusi. Menunjukan
pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan keyakinan palsu. Tidak dapat memakai
akal sehat, tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan pengalaman. Delusi ini ada tiga
macam, yaitu :
Ø Delusi
persekusi : menganggap adanya keadaan yang jelek di sekitarnya. Akibatnya,
banyak orang menjauhinya.
Ø Delusi
keagungan : menganggap dirinya orang penting dan besar. Orang seperti ini
biasanya gila hormat dan menganggap orang di sekitarnya tidak penting.
Akibatnya, semua orang menjauhinya. Jadi, hampir sama dengan delusi persekusi.
Ø Delusi
melancholis : merasa dirinya bersalah, hina dan berdosa. Hal ini dapat
mengakibatkan buyutan atau dikenal dengan nama delirium tremens., hilangnya
kesadaran dan menyebabbkan otot-otot tak terkuasai lagi. Ia kehilangan
ingatannya sama sekali, mengalami tensi tinggi dan mengingat sesuatu yang belum
pernah dialami.
f.
Halusinasi. Khayalan
yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Seperti para prewangan (medium)
dapat digolongkan pada pengalaman halusinasi. Dengan sugesti diri, orang dapat
juga berhalusinasi. Halusinasi buatan, misalnya dapat dialami oleh orang yang
mabuk atau pemakai obat bius. Kadang-kadang karena halusinasi, orang merasa
mendapat tekanan-tekanan terhadap dorongan-dorongan itu menemukan sasarannya.
Contoh : Atang
memang seorang peminum. Bila sedang marah, ia makin banyak minumnya sehingga
mabuk dan mengoceh (berbicara) tidak menentu.
g.
Keadaan
emosi. Dalam keadaan tertentu, seseorang sangat
dipengaruhi oleh emosinya. Jika emosi telah menguasai keseluruhan pribadinya,
ia akan mengalami gangguan nafsu makan, pusing-pusing, muka merah, nadi cepat,
keringat, tekanan darah tinggi/lemah. Sikapnya bisa apatis atau bisa juga
terlalu gembira dengan melampiaskan dalam gerakan-gerakan lari-larian,
menyanyi, tertawa atau berbicara. Sikap ini dapat pula berupa kesedihan
menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat, gelisah, resah, suka mengeluh,
tidak mau berbicara, diam seribu bahasa, atau termenung menyendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan
latar belakang masalah, uraian yang telah dijelaskan dalam pembahasan terhadap isi masalah
ini. Maka dapat disimpulkan
bahwa manusia dan kegelisahan merupakan satu kesatuan,
kegelisahan merupakan kodrati yang bersumber pada unsur “rasa” dalam diri
manusia. Sumber-sumber kegelisahan berasal dari kompleksitas manusia,
lingkungan dimana dia tinggal, dan keterbatasan fisik dan jiwanya. Penyebab
kegelisahan adalah keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian.
B.
Penutup
Demikian yang dapat
disampaikan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad,
Abdulkadir. 2008. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Prasetya,
Joko Tri., dkk. 1991. Ilmu Budaya Dasar.
Solo: Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar